Laman

Selasa, 03 Agustus 2010

15. Surat Buat Faza

Kutimang-timang surat itu sejak tadi siang. Sebenarnya aku ingin sekali segera mengetahui isinya. Aku merasa ada sesuat yang ganjil dengan datangnya surat itu. Apalagi ketika ku sms Rahman tentang surat itu, dia tak berkata apa-apa, dia hanya minta aku membuka dan membacanya setelah sampai di rumah. Hal itu membuatku semakin penasaran. Hingga menanti sore tiba menjadi sangat lama. Serasa sore hari tak segera datang. Rasa penasaran menggangguku sampai saat ini. Semoga ini adalah berita bahagia, ungkapku dalam hati. Hati-hati kubuka juga, aku membacanya sambil merebahkan diri di tempat tidur. Terbayang senyum Rahman. Ah... pertanda baik.
Tulisannya rapi sekali, jarang sekali kutemukan laki-laki dengan tulisan yang cukup rapi. Aku jadi ingat kata-kata mama, ketika aku masih kecil. Mama selalu menganjurkan kami untuk menulis yang baik dan jelas. Tulisan tangan mama sendiri adalah tulisan tangan yang paling baik diantara kami sekeluarga.
”Tulisan yang baik adalah salah satu cermin hati yang baik.”
”Berarti dokter-dokter itu hatinya tidak baik ya Ma?”
”Bukan begitu nak, tulisan di resep tentunya berbeda dengan tulisan yang biasa mereka gunakan bila menulis catatan atau karangan. Maka belajarlah menulis yang baik dan jelas.”
”Oke Mam...”
Tulisan tangan Rahman rapi, jelas, garis-garisnya tegas, menunjukkan ketegasan hati dan penuh perasaan. Kubuka lipatan kertas putih itu dengan hati-hati.

Faza yang selalu Mas rindukan.
Mungkin ini adalah hal yang aneh menurut Faza, mengapa Mas harus menulis surat ini, padahal sebenarnya Mas bisa saja datang padamu bercerita atau membicarakannya lewat telepon. Namun Mas rasa cara inilah yang paling tepat buat Mas menyampaikan berita ini. Baca dulu surat ini sampai selesai baru kau boleh memberi komentar. Oke?
Mas tidak tahu berita yang Mas sampaikan ini nanti berita bahagia atau justru berita duka buatmu. Namun begitu Mas harap Faza bisa menerimanya dengan lapang dada. Mas tahu dengan cara ini Faza punya cukup waktu buat mencerna kata-kata Mas.
.
Berdebar hatiku membaca sampai disini, walau ada keinginan untuk segera tahu isinya, namun aku menyempatkan diri memejamkan mata sejenak dan menarik nafas panjang buat bersiap menerima berita itu. Berita apakah gerangan yang hendak dia sampaikan? Mengapa dia memberi teka-teki ini, berita bahagia atau berita duka? Selintas rasa takut menyelinap membaca berita itu. Kukuatkan hati buat menerima apapun yang terjadi.

Faza kekasihku
Beberapa waktu yang lalu aku menerima beban yang sangat berat di pundakku. Suatu beban yang tidak pernah terpikirkan sedikitpun. Beban yang tak pernah terlintas sedetikpun di pikiran Mas. Jangankan memikirkan membayangkanpun Mas tak pernah. Namun beban itu kini telah menjadi beban buat Mas. Beban yang sangat berat buat Mas terima. Tapi apa boleh buat, Mas lah yang harus menerimanya. Karena beban itu telah menjadi amanah yang harus Mas laksanakan. Yang harus Mas terima sebagai laki-laki yang bertanggung jawab terhadap tanah kelahirannya.
Maafkan Mas, bila waktu-waktu sebelumnya tidak pernah Mas ceritakan kepadamu. Karena Mas berpikir hal itu tak akan pernah terjadi. Tapi ternyata Alloh berkehendak lain, ternyata beban itu harus kupikul juga. Demi sebuah cita-cita yang dulu hanya menjadi mimpi kecil yang tak mungkin terwujud, kini ada di depan mata dan tak boleh lagi dielakkan.
Mas tak pernah menyangka Paklik akan datang memintaku untuk mengemban beban itu, beban yang seharusnya bisa diemban orang lain yang lebih bertanggung jawab dan lebih berpengalaman. Tetapi ternyata mengelak bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika pemuda-pemuda desa itu datang dan memojokkanku, hingga aku tak punya pilihan lain. Selain apa yang mereka inginkan. Pada awalnya Mas kukuh menolak keinginan mereka. Tetapi semakin banyak warga yang datang dan memohon kepadaku, juga kata-kata ibu untuk mempertimbangkan kembali permintaan mereka, membuat Mas tak bisa berkutik atau menghindarkan diri. Karena tak ada lagi pilihan mereka selain Mas. Menurut mereka Mas lah yang paling pantas buat mereka.
Sekali lagi Faza, maafkan Masmu ini yang tidak memberitahumu sebelumnya, walaupun Mas sebenarnya memiliki cukup waktu buat memberitahumu. Namun dalam pertimbangan Mas, Mas tak ingin membuatmu resah dan mengganggu aktivitasmu. Sungguh bukan berarti Mas mengecilkan keberadaanmu, namun semata-mata karena Mas ingin menjagamu. Karena apapun jawabanmu, mas tak punya pilihan lain, selain menuruti kehendak mereka.
Mas cukup bingung memikirkan cara apa yang paling pas buat memberitahumu tentang hal ini. Apapun yang Mas lakukan Faza harus tahu, harus mengerti, cepat atau lambat Mas harus tetap memberitahumu.

Rasa penasaranku semakin menjadi-jadi, aliran nadiku menjadi semakln cepat, apa gerangan yang ingin dia bicarakan itu? Apakah tentang gadis lain yang ada dihatinya? Atau masalah apa? Kepalaku menjadi sedikit pening. Debar jantungku semakin cepat. Apa hubungannya dengan Paklik, apa hubungannya dengan pemuda-pemuda desa, ada apa dengan masyarakat? Apa keinginan mereka? Semua membingungkanku. Wajah Rahman hadir tanpa senyum, sendu.

Faza tersayang
Masihkah Faza setia membaca surat Mas ini? Atau Faza sudah bosan? Mas berharap Faza tak akan pernah bosan membaca curahan hati Mas ini. Kalau Faza merasa lelah Faza boleh istirahat dulu, minum-minum dulu atau makan-makan dulu aja. Orang yang sedang lapar biasanya bawaannya marah-marah terus. Maka biar tidak emosi Faza makan dulu aja biar bisa lebih tenang. Jangan tegang ya..... santai aja lagi...... Ok? Mas lanjutkan ya???
Faza, ketika acara berlangsung, dan Mas dipastikan menang, hanya Faza yang ada dipikiran Mas. Adakah Faza akan menerima dengan suka cita, atau dengan duka yang mendalam. Apapun yang akan Faza sampaikan tentu Mas harus menerima segala konsekuensinya. Tentu saja besar harapan Mas Faza akan menerima berita ini dengan besar hati.

Menang? Suka cita, atau duka yang mendalam? Apa maksudmu Mas dengan kata-kata itu, kau terlalu bertele-tele. Kenapa tidak langsung kau ungkapkan saja intinya? Atau Mas sengaja ingin mempermainkanku? Ok kuladeni Mas, apapun maumu.

Faza sayang
Bulan depan bisakah Faza sisihkan waktu sehari buat Mas? Karena Mas butuh dukunganmu, dukungan moril bahwa Mas mampu menyangga beban ini dengan penuh tanggung jawab, Mas akan dapat mengemban tugas ini dengan baik. Karena tanpa Faza, ternyata Mas bukan apa-apa. Dengan Faza semua jadi lebih nyaman dan lebih indah. Tentu dengan dukungan Faza Mas akan lebih baik dalam bekerja.
Faza, apakah permintaan Mas terlalu muluk-muluk? Ataukah terlalu berat buatmu? Mas ingin, walaupun pelantikan nanti tanpa pendamping tapi Faza dapat menyaksikan prosesi itu. Karena Mas ingin orang yang memberikan ucapan pertama kali adalah dirimu.
Minum dulu ya, biar nggak pingsan. Cerita masih panjang. Ayo Yang istirahat dulu, atau cari cemilan dulu. Panggil tukang mie dulu boleh koq, asal jangan lupa beli juga buat Mas. Mas maunya Mie rebus pakai sayap dan kepala, biar bisa terbang dan jadi pimpinan (Pimpinan rumah tangga ya… yang pasti). Jangan marah dong. Senyum dulu, biar nggak mudah emosi.he…he…he…
Za, kamu baca surat ini dimana sih? Di kamar, di ruang tamu, di ruang makan, atau dimana? Di taman mungkin ya? Tapi di taman lampunya redup nggak bisa buat baca, ya kan? Atau malah di teras?

Nggak, nggak mau makan…. Biar aja kelaparan, kan aku yang merasakan….Huuuh yang begini ini yang bikin emosi dan pingsan. Aku bacanya di kamar Mas, masak di teras sih, mau pamer kalau dapat surat? Jadul Mas... Diajak serius malah bercanda-canda, apa sih maumu Mas? Bikin bete, tahu nggak? Pelantikan apa sih?

Faza yang selalu Mas nantikan
Kapan saat pelantikan akan Mas khabarkan berikutnya. Yang penting Mas sudah memberitahukan pada Faza, tentunya nanti Mas akan memberitahukan jauh hari sebelumnya, sehingga Faza bisa bersiap-siap mengambil cuti atau mengajukan izin. Kalau Faza mengizinkan Mas yang akan memintakan izin itu pada pimpinan Faza, agar Faza diberi izin khusus (tentunya kalau Faza setuju.....gimana Za? Mas perlu kesana buat mintakan izin buat kamu?).
Namun tentunya Mas tidak bisa menjemputmu, namun Mas janji saat pulang nanti Mas akan antarkan kamu pulang. (boleh kan Za?). tak bertanggung jawab namanya bila Faza harus pulang sendiri.
Sudah terbayangkan oleh Mas, ibu akan datang dengan didampingi calon menantunya yang paling cantik. Mas juga yakin Faza akan menjadi tamu yang paling istmewa (Paling tidak buat Mas... ha...ha...ha...) diantara tamu-tamu yang lain.
Faza, kehadiranmu sangat Mas harapkan.
Maafkan Mas, bila dengan cara ini Faza tidak berkenan di hati. Semoga Faza dapat menerima Mas apa adanya dengan segala kekurangannya. Hari-hari Mas tak pernah lepas dari mengingatmu, karena hanya engkaulah yang Mas harapkan selalu. Faza, pelukan ini untuk saat ini (nikmati ya.....) dan ciuman ini buat nanti (ihhhh belum mandi ya....? masih bau lho....).
Sampai disini dulu Za.... Mas selalu sayang kamu.
Yang selalu menantikanmu
Rahmanto

Pelantikan apa sih? Begitu berartikah kehadiranku buatmu Man? Sekedar untuk menghadiri pelantikan kau mengundangku? Apakah pelantikan itu cukup berarti buatmu?
Ternyata kau tak ingin menjelaskannya padaku tentang pelantikan itu. Oke....oke... aku terima kau pasti akan membuat kejutan buatku. Tapi yang jelas berita itu melegakanku. Tak ada yang perlu dirisaukan. Sebuah pelantikan, bukan sebuah pernikahan. Hee... ternyata aku terbawa juga oleh kata-katamu, kau ingin membuatku penasaran kan? Dan kau pandai melakukannya. Aku hampir terseret arus cemburu. Ahhh ... cemburu? Aku jadi malu sendiri, aku bisa cemburu ya?
Baiklah Mas, aku akan datang dengan izin yang kuminta sendiri. Semoga besok tidak ada acara mendadak yang mengharuskanku ke luar kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar